Informasi yang Salah dan Rumor Perburuk Pandemi di India – Berita yang salah, informasi yang tidak diverifikasi, dan teori konspirasi yang beredar di media sosial telah menyebabkan ketidakpastian dan kecemasan, sekaligus jadi rintangan penanganan efektif pandemi di India. Murali Krishnan (New Delhi).
Informasi yang Salah dan Rumor Perburuk Pandemi di India
dayandnightnews – Selama 12 hari berturut-turut India melaporkan lebih dari 300 ribu kasus baru Covid-19 yang membuat total kasus di India tembus 20 juta kasus pada Selasa, 4 Mei 2021.
Mengutip tagar, Menurut data Kementerian Kesehatan India, dengan tambahan sedikitnya 368.147 kasus baru dalam 24 jam terakhir, total infeksi di India mencapai 19,93 juta. Sementara itu, kasus kematian bertambah 3.417 kasus menjadi sedikitnya 218.959 kasus.
Baca juga : Demi Menyontek, Peserta Ujian di India Pakai Sandal Jepit yang Dilengkapi Bluetooth
Para ahli meragukan angka tersebut dan memperkirakan angka sebenarnya di seluruh negeri mungkin lima hingga sepuluh kali lebih tinggi dari penghitungan resmi.
India pun kian menghadapi kesulitan ketika persediaan medis seperti oksigen, obat-obatan penting, dan kapasitas tempat tidur rumah sakit habis.
Pemerintah berjuang untuk menemukan strategi yang efektif untuk mengekang penyebaran virus. Namun, upaya mereka menjadi semakin berat karena menghadapi pemberitaan yang tidak benar, teori konspirasi, dan informasi yang tidak diverifikasi yang beredar di media sosial.
Informasi salah yang beredar tersebut berkisar tentang asal gelombang kedua di India, tingkat kemanjuran vaksin, hingga saran untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan menggunakan pengobatan rumahan.
“Terkait ini, informasi yang salah tentang kesehatan lebih umum dan beragam, diikuti oleh informasi yang salah terkait agama,” kata Syed Nazakat, pendiri Health Analytics Asia, sebuah platform pengecekan fakta, kepada DW.
“Sebagian besar informasi kesehatan yang salah berkaitan dengan pandemi dan juga itu, ketika negara ini juga berada di tengah-tengah upaya vaksinasi besar-besaran,” katanya.
1. ‘Kurang Rasa Hormat Terhadap Sains’
Pengamat serta penggerak berkata pihak berhak belum mengutip aksi yang lumayan buat mengakhiri data yang salah ini. Kenyataannya, sebagian figur warga serta administratur tua sendiri bertanggung jawab atas penyebarannya.
Pada medio April 2021 kemudian, kala jumlah permasalahan Covid- 19 mulai meroket, V K Paul, seseorang administratur tua penguasa yang ialah advokat virus corona untuk PM India, Narendra Modi, menganjurkan supaya banyak orang bertanya dengan pegiat pengobatan pengganti bila mereka mempunyai pertanda enteng ataupun tanpa pertanda.
Ia pula menganjurkan orang buat komsumsi” chyawanprash”( komplemen santapan) serta” kadha”( minuman herbal serta bumbu) buat tingkatkan imunitas mereka.
Pernyataannya mengakibatkan kritik dari para dokter yang mengatakan saran itu bisa mendesak orang buat berupaya pengobatan yang belum terjamin serta menunggu sangat lama buat mencari bantuan kedokteran.
” Ini membingungkan serta menyesatkan. Ini hendak mendesak orang buat bersandar di rumah, meminum racikan itu serta pada dikala mereka hingga di rumah sakit, seluruhnya hendak telanjur,” tutur Rajan Sharma, mantan kepala negara nasional Federasi Kedokteran India, pada DW.
Apar Gupta, Ketua Administrator Internet Freedom Foundation, pula mempunyai pemikiran seragam.” Kala Kamu mempunyai administratur khalayak yang mensupport perihal itu, nyata terdapat minimnya rasa segan kepada ilmu. Bagi Kamu, apa dampak yang diperoleh kepada mereka yang komsumsi alat sosial?” dempak Gupta pada DW.
2. Penggunaan Media Sosial yang Tinggi
Para pakar beriktikad kalau tingkatan keyakinan warga yang kecil pada alat informasi serta alat layanan khalayak yang kurang bermutu, ditambah dengan warga yang terfragmentasi serta tingginya pemakaian alat sosial, sudah menimbulkan penyebaran data yang salah dengan cara kilat serta besar.
Mengkonsumsi konten alat sosial sudah bertambah cepat semenjak penguasa India meresmikan penguncian nasional yang kencang pada Maret tahun kemudian buat mengatur penyebaran virus.
Aplikasi WhatsApp, yang mempunyai lebih dari 500 juta konsumen di negeri itu, jadi program di mana beberapa besar data yang salah terhambur.
” Melonjaknya capaian alat sosial terus menjadi memaksimalkan darurat data yang salah,” tutur Gupta.
3. Mengungkap Rumor dan Kebohongan
Dengan kasus Covid-19 yang melonjak di seluruh negeri, banyak orang yang semakin mudah tertipu dan menjadi mangsa gelombang peningkatan berita yang menyesatkan dan palsu. Desas-desus tentang efek buruk vaksin juga memengaruhi upaya vaksinasi massal di sana.
Selain itu, ada rumor tentang penggunaan nebulizer sebagai pengganti tangki oksigen medis yang saat ini sangat langka di negara tersebut. Lebih jauh, tersebar juga rumor yang mendorong konsumsi bawang putih, kayu manis, dan akar manis, sebagai tindakan pencegahan atau pengobatan Covid-19.
Ada juga rumor lain yang tengah beredar di media sosial, mengatakan bahwa orang India memiliki kekebalan yang lebih tinggi terhadap virus corona.
“Tidak ada bukti ilmiah untuk mendukung klaim absurd ini. Kami harus membantah klaim ini untuk membuat orang mengerti bahwa orang India tidak memiliki perlindungan genetik khusus terhadap virus,” ujar seorang peneliti dari Alt News, sebuah platform pengecekan fakta nirlaba.